Wanita, kaki-kaki langit..!

Untuk muslimah yang bercita-cita menolong Islam,
Untuk muslimah yang selalu sibuk dengan cita-cita mulia itu..
Dan.. Untuk Muslimah yang dimuliakan Allah, serta ditinggikan-Nya  dengan  Islam.

Kemandirian Indonesia dapat diwujudkan apabila dari dalam negeri mampu menghasilkan ilmu dan sumber daya manusia yang sanggup menompang bangsa ini. Kemajuan sumber daya manusia tak lepas dari ‘jasa’ ilmu yang bersifat membantu mengkokohkan karakter masing-masing individu, dengan banyaknya individu berkualitas maka potensi bangsa bisa dimaksimalkan demi tercapainya Negara Indonesia yang kuat dari segi pendidikan, ekonomi, politik, sosial, budaya. 
Realitasnya, negeri ini dan juga negeri-negeri muslim yang lain tetap diterpa oleh gelombang seruan yang dahsyat dan ganas untuk bertaklid kepada ajaran barat dan tenggelam di dalamnya. Fenomena ini mengakibatkan banyaknya moral generasi muda bangsa menjadi carut marut terbawa budaya yang hancur dan tidak memperdulikan perkembangan mental pemuda di Indonesia, hal ini tentu menjadi ironi tersendiri dalam tubuh bangsa. Konsep ketatanegaraan yang bertujuan memajukan negara ini malah perlahan-lahan menggerogoti kemandirian Indonesia.

Dalam memecahakan masalah ini maka KAMMI sepakat bahwa dakwahlah solusinya, nilai-nilai keislaman yang terkandung didalamnya sangat sejalan dengan fitrah manusia. Dakwah sebagai  proses informasi nilai-nilai keislaman membutuhkan apa yang dinamakan  proses kaderisasi yang didalamnya mengatur posisi manusia dalam percaturan  dunia, khususnya  peran  wanita  dalam  proses pembentukan akhlaq generasi muda. Bahkan  ia setengah yang paling menentukan dalam kehidupan bangsa tersebut.
            Sangatlah jelas bahwa peran wanita adalah madrasah perdana yang akan membentuk dan memformat generasi. Pola bagaimana yang diterima oleh anak, maka itulah yang menentukan perjalanan bangsa dari sudut pandang umat. Dan lebih dari itu semua, wanita adalah orang pertama yang memberikan  kontribusi dalam kehidupan pemuda dan bangsa. Maka disini pulalah dibutuhkan pendidikan Islam  yang khusus, sehingga meniscayakan adanya proses kaderisasi yang membentuk karakter  perempuan dalam menuju kemandirian bangsa Indonesia.
Pada sebuah ceramah puluhan tahun silam, Muhammad Quthb pernah melontarkan pendapatnya terkait peran wanita, “Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.”
Muhammad Quthb menekankan bagaimana pentingnya peranan yang dimiliki seorang ibu dalam  islam. Ibu tidak saja adalah pihak yang dekat secara emosional kepada anak, tapi ia juga memiliki pengaruh besar terhadap masa depan akhlak dari generasi yang dilahirkan. Menurut Muhammad Quthb anak yang pada kemudian hari mendapatkan ujian berupa kehancuran moral akan bisa diatasi, asal sang anak pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang solehah. Pendidikan  islami yang terinternalisasi dengan baik, akan membuat sang anak lekas bangkit dari keterpurukannya mengingat petuah-petuah rabbani yang pernah terekam dalam memorinya.
Sebaliknya, ayah yang memiliki istri yang sudah rusak dari awalnya, maka ia pun hanya akan melahirkan sebuah keturunan yang memiliki kepribadian persis dengan wanita yang dipinangnya. Sifat alami anak yang banyak mengimitasi perilaku sang ibu akan membuka peluang transferisasi sifat alami ibu kepada anaknya. Maka kerusakan anak akan amat tergantung dari kerusakan ibu yang mendidiknya. Oleh karena itu, dalam bukunya Ma’rakah At Taqaaliid, Muhammad Quthb mengemukakan alasan mengapa Islam mengatur konsep pendidikan yang terkait dengan arti kehadiran ibu dalam keluarga. Ia menulis:
“Dalam anggapan Islam, wanita bukanlah sekadar sarana untuk melahirkan, mengasuh, dan menyusui. Kalau hanya sekedar begitu, Islam tidak perlu bersusah payah mendidik, mengajar, menguatkan iman, dan menyediakan jaminan hidup, jaminan hukum dan segala soal psikologis untuk menguatkan keberadaannya.  Kami katakan mengapa ‘mendidik’, bukan sekedar melahirkan, membela dan menyusui yang setiap kucing dan sapi subur pun mampu melakukannya.”
Konsep inilah yang tidak terjadi di Negara Barat. Barat mengalami kehancuran total pada sisi masyarakatnya karena bermula dari kehancuran moral yang menimpa wanitanya. Wanita-wanita Barat hanya dikonsep untuk mendefinisikan arti kepribadian dalam pengertian yang sangat primitif, yakni tidak lain konsep pemenuhan biologis semata. Dosen dan pelacur bisa jadi sama kedudukannya mirip dengan perkataan Sumanto Al Qurtubhy, kader Liberal didikan Kanada yang berujar, “Lho, apa bedanya dosen dengan pelacur? Kalau dosen mencari nafkah dengan kepintarannya, maka pelacur mencari makan dengan tubuhnya.”
Mustafa Kemal Attaturk, kaki tangan  Yahudi, yang berhasil menghancurkan ke khalifahan Islam terakhir di Turki. Pada masa awal periode kepemimpinannya, yang terkenal deislamisasi. Dia melarang seluruh wanita muslimah untuk menggunakan jilbab, jika ada yang menggunakan jilbab, maka tentara pemerintahan pada waktu itu, langsung menarik jilbabnya hingga lepas. Hal ini dilakukan, untuk menghancurkan moral pemuda islam di Turki, maka hancurkan dulu moral wanitanya.
Mungkin terasa ganjil bagi kita, mengapa Yahudi sebagai bangsa yang pongah begitu takut dengan perempuan? Jawabannya sederhana: membiarkan seorang wanita tumbuh menjadi solihah adalah alamat “kiamat” bagi mereka. Jika seorang ibu yang solehah mengasuh 5 anak muslim di keluarganya untuk tumbuh menjadi generasi mujahid. Kita bisa hitung berapa banyak generasi yang bisa dihasilkan dari 800 juta perempuan muslim saat ini?
Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasul Allah (Rasulullah), "Siapakah manusia di muka Bumi ini yang harus diperlakukan dengan cara yang paling baik ?". Rasul menjawab, "Ibumu". "Setelah itu siapa lagi ya Rasul". Sekali lagi Rasul menjawab, "Ibumu". Sahabat bertanya kembali, "Kemudian siapa?". Lagi-lagi Rasul menjawab "Ibumu, baru Ayahmu". [Shahih, Diriwayatkan oleh Imam Bukhari].
Sementara melihat pentingnya peranan wanita dalam hal ini maka, KAMMI menganjurkan kepada para muslimah, teruslah  mencari ilmu, bekali dirimu dengan ilmu. Ilmu yang dapat meluruskan aqidah, menshahihkan ibadah, membaguskan akhlaq, meluaskan tsaqofah, membuat mandiri, tidak bergantung pada orang lain sekaligus bermanfaat bagi orang lain. Teladanilah wanita Anshar yang tidak malu bertanya tentang masalah  agama. Teladanilah  para sahabiyah yang bahkan meminta kepada Rasulullah untuk diberikan kesempatan di hari tertentu khusus untuk mengajari mereka. Sehingga, akan  bermunculan kembali Aisyah-Aisyah yang mempunyai pemahaman yang luas dan mendalam tentang agamanya. Didik putra-putrimu agar mengenal Allah dan taat pada-Nya, agar gemar membaca dan menghapal kalam-Nya. Ajarkan mereka mencintai Rasulullah dan meneladani beliau. Bekali dengan akhlak imani, mencintai sesama, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Sehingga akan bermunculan kembali Khonsa-Khonsa yang mencetak para syuhada bukan para koruptor yang merajalela.

            Lebih dekat,
            Lebih bersahabat Bersama KAMMI....
Share on Google Plus

About Unknown

Agus S. Hermawan menempuh pendidikan Sistem Komputer di Universitas Diponegoro. Saat ini beliau bekerja di Divisi Human Resources Kantor Pusat AirNav Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar