Tantangan Demokrasi

Sebagian besar moralis Islam memandang dengan pandanga tidak respek terhadap demokrasi. Demokrasi adalah "piemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat". Sejak kapan pemerintah memegang kendali institusi? Padahal kekuasaan hanyalah milik Allah, dan Dia-lah pemilik konstitusi dan instruksi.

Bahkan Sayyid Qutub memandang demokrasi adalah penyimpangan. Sebagian mereka bahkan mendasaran kepada ayat Al Qur'an :

"Dan jika engkau menaati kebanyakan orang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menjerumuskanmu dari jalan Allah." (Al-A'nam: 116)

lebih dari itu, para aktivis sebagian gerakan Islam di beberapa negara turun ke jalan-jalan raya untuk meneriakan yel-yel menentang kekufuran dan demokrasi.

Tentu, kami tidak ingin melakukan perubahan pada agama Allah ini, tidak ingin memelintirkan teks ayat agar sesuai dengan pemikiran Barat atau Timur, lalu mengatakan bahwa disana Demokrasi Islam, liberalisasi Islam, dan Sosialisme Islam -- Seperti dilakukan oleh banyak orang sekarang. Sebaliknya, kami semata ingin melihat permasalahan ini dengan persepsi yang serius dan realistis.

Dunia sekarang didominasi oleh sistem Demokrasi dan sistem Diktatorisme. Demokrasi mengklaim bahwa dirinya meninggikan martabat manusia, sedangkan diktatorisme mematikannya.

Lalu bagaimana sikap kita pada semua itu ?

Jika kita ingin memperkenalkan islam dengan bahasa modern yang mudah dipahami apa yang akan kita katakan ?

Mungkinkah kita akan memandang demokrasi dengan pandangan yang lebih mendalam dalam perspektif pemahaman kita terhadap syari'at ?

Untuk menjawab pertanyaan diatas terlebih dahulu kita harus bertanya,"Dimata penganutnya, apakah demokrasi itu ?"

Para pelaku penganut demokrasi mendefinisikan demokrasi sebagai "Sebuah sistem yang didasarkan kepada pemeliharaan hak asasi manusia, kebebasan, pluralitas politik, pemilihan parlemen, partai-partai dengan keanekaragamannya, siap menerima oposisi, memberikan kesempatan pada kaum wanita untuk berperan pada aktifitas politik, menghormati minoritas agama dan ras dengan menempatkannya setara dengan pihak lain, sikap terhadap kekuasaan dan suksesi, interaksi damai antar berbagai kelompok, partai dan sebagainnya".

Coba kita menelusuri kembali sejarah jejak demokrasi di Indonesia.,

Setelah kudeta terhadap soekarno, dan Soeharto mulai memegang kunci-kunci kekuasaan di Indonesia, ia pun menciptakan bid'ah baru bernama pancasila, yakni lima asas. Barangkali ia hendak meniru Attaturk ketika memaksa enam prinsip kepada seluruh rakyat Turki setelah revolusinya yang terkenal itu dan setelahnya runtuh kekhalifahan Islam pada tahun 1924.

Soeharto dan para tokoh revolusinya mengeluarkan undang-undang yang memaksa seluruh partai, organisasi, asosiasi, juga seluruh individu, untuk menerima Pancasila sebagai media interkasi dengan pemerintah.

Para aktivis Islam memandang Pancasila sebagai kekufuran yang nyata, tidak boleh didekati, diterima, apalagi bekerja sama dengan pihak yang menjadikannya sebagai landasan. Dengan sikap ini, kaum muslimin kehilangan berbagai posisi yang pernah mereka peroleh sebagai hasil perjuangan nasional mereka yang panjang.

Mengutip pernyataan, Musthafa Muhammad Thahhan dalam buku Menuju Gerakan Islam Modern halaman 60. "Mengapa tidak menafsirkan kata 'ketuhanan' (dalam sila pertama) sebagai agama islam yang merupakan agama mayoritas penduduk ? Mengapa tidak menafsirkan kata 'Indonesia' (pada sila ketiga) sebagai negeri yang kita bela dan kita lindungi ? Mengapa kita tidak memandang kata 'demokrasi' sebagai kehendak mayoritas umat muslimin ? Mengapa kita tidak melihat persoalan dengan pandangan yang lebih luas, ---dan mengartikan pancasila seperti kehendak yang menganutnya,--- menjadi argumen yang menguntungkan kita, bukan memojokan kita ?

Subhan contohkan 6 prinsip yang dipaksakan Attaturk. Subhan melihat Partai AKP (Partai Islam terbesar di Turki) sekarang tidak menolak sekularisme, akan tetapi menentang permusuhan antar agama yang dilakukan oleh penguasa. Dengan demikian argumentasi ada ditangannya untuk menentang pihak lain. Hasilnya apa ? AKP berhasil meloloskan UU Pemberhentian pengedaran Minuman Keras dan memperbolehkan pemakaian jilbab pada institusi-institusi negara sekuler. Dahsyat bukan ?
Share on Google Plus

About Unknown

Agus S. Hermawan menempuh pendidikan Sistem Komputer di Universitas Diponegoro. Saat ini beliau bekerja di Divisi Human Resources Kantor Pusat AirNav Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar