Membumikan Autokritik

Autokritik ( Sumber Foto : damdubidudam.wordpress.com)
Subhan bingung memulai artikel ini dari mana. Yang jelas artikel ini merupakan curahan hati Subhan akan fenomena yang Subhan temui di Kampus. Ya, UNDIP.

Tentu kawan-kawan tahu atau paling tidak pernah mendengar "Dakwah Kampus ?"

Kalau belum pernah yaa... Kalian ngapain saja selama ini di Kampus ? hehe... Bukan ngece loh, cuma "Ngepaske" saja. :D 

Dakwah Kampus adalah salah satu cabang dakwah, lebih tepatnya wilayah dakwah yang digawangi anak-anak muda dengan status mahasiswa aktif tentunya. Dakwah kampus ini berisi agenda-agenda yang positif, mulai dari pengajian alias Kajian, Mabit (malam bina amal), Konser musik untuk memperingati hari anti korupsi, aksi di Jalan, membina desa binaan, dan masih banyak lagi. Pokoknya keseluruhan kegiatan sangat positif dan membawa nilai-nilai Illahinyah.

Subhan ulangi, dalam konsep Dakwah Kampus amat sangat bernilai positif. Hanya saja, beranjak dewasa saat ini, Subhan mulai menemukan gejala-gejala yang memperburuk dakwah itu sendiri. Bukan sok tahu ya, Subhan sendiri dibesarkan dilingkaran dakwah kampus yang amat sangat kondusif.

Mulai dari "Campur Tangan" para dewa yang notabenya mereka sama sekali bukan orang lapangan, tidak tahu kondisi real lapangan, hanya tahu dari orang. Membuat kebijakan yang tidak sesuai kadarnya. Maafnya, kadang malah orang atasan tidak membantu dibawah, hanya perintah dan suara tanpa kerja nyata. Bahkan bisa dibilang beberapa diantara mereka kurang bergaul dengan mahasiswa lain. Lucu banget deh lihatnya, ibarat tidak kenal, tapi menentukan nasib orang.

Yang lebih miris lagi, jika ada orang kritis pasti akan "dibunuh", dianggap aneh lah pemikirannya, dll segalanya. Subhan sih tidak tahu logika yang dipake, apa karena konsep "Qiyadah wal Jundiyah" sehingga seluruh kebijakan harus "Sami'na wa atho'na" tanpa memikirkan kondisi lapangan yang majemuk dan dinamis. Kondisi ini yang membuat hanya sedikit kader yang memiliki pola pikir kritis. Jika sudah kritis maka "dijinakan", jika tidak maka perlahan-lahan disingkirkan.

Jika melihat fenomena diatas, yang paling menyakitkan mungkin ketika semua memandang pemikiriannya aneh, sehingga dijauhi atau dianggap lawan. Biarpun tidak ada deklarasi "perang", paling tidak sikap mereka kelihatan berubah. Terkadang malah perkataan mereka juga menyakitkan. Tapi ya sudah, Kita maafkan. :)

Begitulah dakwah, Nilai-nilai Illahi bisa saja dikerdilkan penampakannya dengan sifat manusiawi yang membawanya.

Tapi, yang jelas Subhan bahagia kembali menjadi rakyat jelata. :')
Share on Google Plus

About Unknown

Agus S. Hermawan menempuh pendidikan Sistem Komputer di Universitas Diponegoro. Saat ini beliau bekerja di Divisi Human Resources Kantor Pusat AirNav Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar